Sepanjang jalan di Pulau Nias, pemandangan pantai dan laut hal yang biasa dirasakan saat berkunjung disini. Namun di Nias Selatan, beberapa tempat di pantai dan laut memiliki mitos dan cerita sendiri yang sangat sayang untuk dilewatkan. Salah satunya Batu Atola yang berada di jalur lintas Gunungsitoli - Teluk Dalam.
Biasanya pengunjung yang hendak ke Teluk Dalam - Gunungsitoli atau sebaliknya biasanya akan melihat batu karang ini. Batu Atola berada Pantai Sa’ua di Desa Bawaza’ua Kecamatan Toma Kabupaten Nias Selatan. Penulis berkesempatan datang ke tempat tersebut yang kebetulan ada urusan di Teluk Dalam.
Penulis dari Gunungsitoli memacu kendaraan roda dua sekitar 100 kilometer atau selama 2,5 jam perjalanan. Sementara dari Teluk Dalam kurang dari 30 menit menuju ke tempat tersebut. Dalam Bahasa Nias, batu artinya kara/ gara dan atola (dibaca atöla) artinya berlubang. Namun kata kara/ gara justru tidak tidak familiar. Penulis berpikir hal tersebut untuk memudahkan pengejaan saat berbahasa Indonesia, terlebih kepada orang di luar Nias.
Kondisi jalan beraspal dengan beberapa titik mengalami kerusakan yang tidak berarti. Dari kejauhan, pengunjung bisa melihat jelas terdapat 3 batu karang yang terletak di dekat pinggir jalan di Pantai Sa’ua. Pantai Sa’ua sebenarnya sebuah pantai di tepi jalan berbatasan langsung dengan batu karang sebagai bibir pantai. Pantai tersebut bersebelahan dengan batu karang dan laut yang dibatasi oleh tembok penahan ombak. Sementara sisi kiri bukit berbatu setinggi 8 meter berdasarkan pengamatan langsung penulis.
Baca juga:
Perekat Keluarga di Pantai Asi Walo
Abrasi di Lain Sisi
Biasanya saat bergelombang besar disertai hembusan angin dari laut, percikan gelombang air laut sampai di jalan raya. Arus gelombang akan pecah dan terhambat karena adanya batu karang di dasar pantai sehingga percikan air laut akan terbawa oleh angin. Pengguna roda dua sangat bisa merasakan percikan dari gelombang laut di pantai tersebut.
Saat sampai di Pantai Sa’ua, percisnya di tepi jalan sebuah batu karang yang disebut Batu Atola bersamaan 2 buah batu di sisi kanan. Dari kejauhan mirip seperti pulau karang berukuran kecil, lengkap dengan tumbuhan liar, termaksud sebuah tanaman mirip pohon kelapa. Jarak antar batu lainnya sekitar 30 meter dan batu sebelahnya sekitar 50 meter.
Hasil pengamatan penulis melihat ukuran Batu Atola sekitar 3 x 7 meter dengan tinggi kira-kira 5 meter dari bibir pantai. Memang, saat ini belum ada literatur yang menjelaskan ukuran Batu Atola dan hanya perkiraan penulis saja berdasarkan pengamatan di lapangan. Jika diperhatikan secara seksama, batu tersebut mirip hewan kura-kura. Walaupun tidak semua sepakat dengan pendapat tersebut.
Baca juga:
Eksotisme Terabaikan di Pantai Moale Nias Selatan
Dari kejauhan terlihat sebuah lubang besar yang tembus di sebelah. Untuk menuju ke lubang tersebut perlu turun dari atas tembok penahan laut. Selain itu untuk ke tempat tersebut saat laut mengalami surut atau gelombang laut tidak tinggi. Hal ini untuk menjaga diri pengunjung dari sesuatu yang tidak diinginkan.
Batu Atola ramai dibicarakan banyak orang karena mitosnya. Dikatakan batu tersebut dulunya berada sejauh 500 meter dari bibir pantai, namun perlahan batu tersebut pindah bergeser ke dekat pinggir jalan raya. Mitos yang berkembang tersebut sudah lama berkembang meski tidak ada catatan waktu mitos Batu Atola berpindah tempat. Walau begitu, mitos tersebut masih berkembang. Pengunjung yang baru datang baik warga setempat, pelancong, hingga wisatawan mitos batu bergerak. Walau secara rasional tidak bisa dibuktikan, namun mitos tersebut masih berkembang sampai saat ini.
Baca juga:
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 3): Semangat Rasa Peka
Wisata Bakau Teluk Ba'a: Kawasan Andalan Mangrove Nias Utara
Biasanya pengunjung yang hendak ke Teluk Dalam - Gunungsitoli atau sebaliknya biasanya akan melihat batu karang ini. Batu Atola berada Pantai Sa’ua di Desa Bawaza’ua Kecamatan Toma Kabupaten Nias Selatan. Penulis berkesempatan datang ke tempat tersebut yang kebetulan ada urusan di Teluk Dalam.
Penulis dari Gunungsitoli memacu kendaraan roda dua sekitar 100 kilometer atau selama 2,5 jam perjalanan. Sementara dari Teluk Dalam kurang dari 30 menit menuju ke tempat tersebut. Dalam Bahasa Nias, batu artinya kara/ gara dan atola (dibaca atöla) artinya berlubang. Namun kata kara/ gara justru tidak tidak familiar. Penulis berpikir hal tersebut untuk memudahkan pengejaan saat berbahasa Indonesia, terlebih kepada orang di luar Nias.
Gambar batu atöla. Konon batu tersebut berpindah dari tengah laut ke pinggir pantai |
Baca juga:
Perekat Keluarga di Pantai Asi Walo
Abrasi di Lain Sisi
Biasanya saat bergelombang besar disertai hembusan angin dari laut, percikan gelombang air laut sampai di jalan raya. Arus gelombang akan pecah dan terhambat karena adanya batu karang di dasar pantai sehingga percikan air laut akan terbawa oleh angin. Pengguna roda dua sangat bisa merasakan percikan dari gelombang laut di pantai tersebut.
Saat sampai di Pantai Sa’ua, percisnya di tepi jalan sebuah batu karang yang disebut Batu Atola bersamaan 2 buah batu di sisi kanan. Dari kejauhan mirip seperti pulau karang berukuran kecil, lengkap dengan tumbuhan liar, termaksud sebuah tanaman mirip pohon kelapa. Jarak antar batu lainnya sekitar 30 meter dan batu sebelahnya sekitar 50 meter.
Gambar Pantai Sa'ua dan penampakan Batu Atöla dari kejauhan |
Baca juga:
Eksotisme Terabaikan di Pantai Moale Nias Selatan
Dari kejauhan terlihat sebuah lubang besar yang tembus di sebelah. Untuk menuju ke lubang tersebut perlu turun dari atas tembok penahan laut. Selain itu untuk ke tempat tersebut saat laut mengalami surut atau gelombang laut tidak tinggi. Hal ini untuk menjaga diri pengunjung dari sesuatu yang tidak diinginkan.
Batu Atola ramai dibicarakan banyak orang karena mitosnya. Dikatakan batu tersebut dulunya berada sejauh 500 meter dari bibir pantai, namun perlahan batu tersebut pindah bergeser ke dekat pinggir jalan raya. Mitos yang berkembang tersebut sudah lama berkembang meski tidak ada catatan waktu mitos Batu Atola berpindah tempat. Walau begitu, mitos tersebut masih berkembang. Pengunjung yang baru datang baik warga setempat, pelancong, hingga wisatawan mitos batu bergerak. Walau secara rasional tidak bisa dibuktikan, namun mitos tersebut masih berkembang sampai saat ini.
Batu atöla dan 2 batu karang lainnya. Seolah membentuk sebuah pulau |
Penulis sampai saat ini belum mendapatkan catatan percisnya Batu Atola bisa berpindah dari tengah laut. Namun mitos ini menjadi daya Tarik kepada pengunjung yang sekedar mampir atau duduk manis melihat pemandangan batu karang dan laut. Beberapa warung berdiri di dekat Batu Atola untuk memudahkan pengunjung rehat sejenak dengan minum air kelapa atau kopi panas, lengkap dengan jajanan ringan.
Mitos Batu Atola yang berpindah tempat sampai saat ini terus berkembang. Setidaknya mitos tersebut menjadi daya tarik untuk pengunjung mengingat tempat tersebut. Pantai Sa’ua dan Batu Atola bisa menghipnotis pengunjung untuk sejenak bersantai sembari istirahat dari perjalanan jauh.
Walau mitos Batu Atola bisa berpindah, namun faktanya batu dan pantai tersebut bisa membuat pengunjung untuk duduk bersantai. Memandang laut hasil kuasa-Nya agar kita selalu mengingat kebesaran-Nya. Selain itu agar pengendara kendaraan bisa istirahat sejenak saat perjalanan jauh. Karena tujuan perjalanan agar sampai ke tujuan dengan selamat tanpa adanya kejadian gangguan dan hambatan.Baca juga:
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 3): Semangat Rasa Peka
Wisata Bakau Teluk Ba'a: Kawasan Andalan Mangrove Nias Utara
Numpang promo ya Admin^^
ReplyDeleteajoqq^^cc
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.com ^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856