Skip to main content

Manula Banio : Proses Mengupas Buah Kelapa Tradisional di Pulau Nias

       
Proses Manula Banio
       Pulau Nias masih memiliki adat istiadat, budaya, dan kegiatan sosial terpelihara dengan baik. Aktifitas sosial selalu mengedepankan kekeluargaan, kebersamaan, serta bersahabat dengan alam. Kesederhaan ini terus terjaga selalu sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat Nias. Salah satunya aktifitas manula banio.
       Manula banio adalah proses pengupasan buah kelapa yang sudah tua dari sabut menggunakan alat yang disebut sula. Kegiatan ini sering dilakukan oleh masyarakat Nias khususnya tinggal di desa saat buah kelapa dipanen dari kebun. Prosesnya pengerjaannya dilakukan orang tua maupun anak laki-laki. Kadang juga meminta bantuan saudara, tetangga, hingga menggaji orang.

Buah kelapa yang dikumpulkan di sebuah tempat
       Buah kelapa yang lepas dari sabut kemudian dijual ke pengepul untuk dijual kembali ke Gunungsitoli atau dikirim ke luar pulau seperti Sibolga dan sekitarnya. Buah kelapa kemudian dijual dan dijadikan santan. Bumbu masakan tersebut digunakan saat gulai atau membuat rendang.
       Kegiatan ini sering juga ditemukan saat menjelang acara adat seperti pernikahan, syukuran, atau lainnya. Proses acara adat khususnya di Pesisir Nias wajib menggunakan santan buah kelapa untuk bahan masakan, antara lain seperti gulai daging. Santan merupakan bahan wajib untuk membuat masakan di acara di pesisir Nias. Hal yang dimaklumi mengingat masyarakat Pesisir Nias umumnya mendapat pengaruh budaya kuliner dari Minang, Sumatera Barat.

       Baca juga:
Saat Gomo Punya View Puncak

       Manula kadang dilakukan oleh pemilik kebun, pekerja, atau keluarga. Namun menjelang kegiatan adat seperti pernikahan, tetangga, dan saudara-saudara keluarga terdekat ikut membantu melakukan pekerjaan ini. Bagi masyarakat Nias, keluarga itu tidak hanya sebatas saudara kandung atau ipar saja, namun tetangga dan warga sekitar desa kita bermukim.

Kegiatan manula bersama
       Biasanya panen banio  (kelapa tua, Bahasa Nias) dilakukan sekitar 3 bulan sekali atau lebih. Hal itu bertujuan untuk mencapai kualitas santan yang tinggi. Pemanenan dilakukan oleh warga pemilik kebun atau meminta bantuan tukang panjat kelapa. Banio yang dipetik pemanjat akan jatuh berserakan di sekitar pohon kelapa tersebut. Kemudian dikumpulkan bersama keluarga pemilik kebun.
       Buah kelapa akan di sula di sekitar kebun atau dekat dilakukan dirumah. Alat sula terbuat dari batang kelapa yang tua dan telah kering. Panjang alat sekitar 100 – 120 cm dengan ketebalan 1-2 cm. Dibeberapa tempat sudah menggunakan alat sula dari batang besi. Kemudian batang tersebut dilancipkan dan di runcingkan di salah satu sisi. Diruncingkan salah satu sisi batang menjadi patokan utama dalam keberhasilan mengupas sabut. Semakin lancip akan memudahkan proses manula.

Gambar alat sula
       Proses manula dimulai alat tersebut ditancapkan ke tanah atau batu yang keras. Batang tersebut kemiringan sekitar 75 derajat dengan ujung lancip berada di atas. Biasanya batang sula diletakkan di dekat batu atau bangunan beton untuk memudahkan sula berdiri dan mengupas sabut.
       Rata-rata orang tua dan anak muda khususnya di desa khususnya yang banyak buah kelapa di pulau Nias mengerti proses manula. Biasanya ujung buah kelapa yang ada tangkai di tancapkan ke alat sula. Kemudian buah kelapa ditekan agar sabut bisa terkelupas . Posisi  tertancap buah ke sula bisa ke kanan atau ke kiri, kembali lagi kenyamanan dan kemudahan orang yang manula.
       
       Baca juga:
Proses pelancipan dan penajaman ujung sula
       Sisi buah kelapa yang sudah tua diletakan diatas lancip dan ditekan agar sabut lepas dari buah. Proses ini dilakukan sebanyak 4-7 kali agar buah benar-benar lepas dari sabut kelapa. Buah kelapa yang lepas dari sabut dikumpulkan untuk segera dijual . 
        Buah kelapa tersebut juga digunakan sewaktu-waktu saat kebutuhan memasak. Sementara sabut biasanya dibuang atau disusun di pekarangan rumah atau kebun yang sering becek tergenang hujan. Bisa juga digunakan sebagai bahan baku pembakaran ikan unago (asap atau pengasapan, Bahasa Nias).
       Sepintas proses manula cenderung mudah, namun fakta dilapangan sebaliknya. Bagi orang awam, kegiatan ini sangat susah dan penuh resiko kecelakaan. Resiko proses manula mulai dari tangan mengalami sakit dan cedera.

Buah kelapa yang telah terpisah dari sabut
       Resiko paling fatal yaitu anggota tubuh tertancap di alat sula. Meski penulis belum pernah melihat kejadian demikian, banyak cerita tentang kecelakaan kerja saat manula. Walau begitu, sudah seharusnya kita berhati-hati melakukan berbagai aktifitas beresiko, termaksud manula.
       Proses sula umumnya dapat ditemui di perdesaan di Nias, terutama yang banyak pohon kelapa seperti daerah pesisir. Namun rata-rata anak muda di Gunungsitoli dan kota lainnya justru tidak mengerti dan tahu proses pengupasan buah kelapa tua. Bahkan sebagian orang tidak pernah melihat proses manula. 
       Hal ini terjadi saat meningkatnya penebangan pohon kelapa untuk pembukaan lahan sebagai perumahan. Sehingga proses ini cenderung dilakukan di lokasi banyak pohon kelapa terutama di desa. Proses pembukaan lahan yang semakin marak merupakan dampak dari aktifitas dan denyut masif Gunungsitoli, terlebih pemekaran menjadi daerah otonom.

Kelapa disusun di tempat yang sering digenang di pekarangan rumah
        Aktifitas sederhana yang sering ditemui di kampung memiliki banyak makna filosofi. Kegiatan ini lekat dengan alam dan tenaga fisik. Hal ini membuat kebanyakan masyarakat desa cenderung sehat bugar dan memiliki harapan hidup yang tinggi. 
       Kegiatan ini bertujuan mendekatkan kita untuk terus membangun berkomunikasi sosial, tenggang rasa, dan peduli sesama. Hal yang jarang ditemui saat berada di kota, terutama kawasan metropolitan. Walau manula tidak modern, tetap saja diminati sebagai bentuk kesahajaan orang Nias.

       Baca juga:

Comments