Setiap orang di pulau Nias, baik yang telah lama bermukim atau perantauan tidak asing dengan nama Luaha Nou atau di Indonesiakan muara Sungai Nou. Muara Nou adalah bagian dari sungai nou tersebut yang tidak dipisahkan dengan sejarahnya berdirinya pemukiman multi ragam suku dan bangsa di Pulau Nias.
Sungai yang membelah kelurahan Ilir dan kelurahan Pasar dikatakan cikal bakal lahirnya Gunungsitoli serta menjadi hunian multi etnis terbesar Nias. Sungai yang memiliki panjang sekitar 12 km dan lebar sekitar 20 meter terdiri dari anak sungai di daerah Boyo (Gunungsitoli) dan sekitar Tumori (Gunungsitoli Barat).
Muara Sungai Nou di pagi hari
|
Sungai ini bisa dikatakan saksi bisu atas perkembangan Gunungsitoli dan Pulau Nias. Dimulai era datangnya pedagang dari Aceh dan Minang serta pelaut dari berbagai tempat di Nusantara. Dilanjutkan masuknya zaman kolonial Belanda dengan penamaan status daerah dari tingkat Onder Afdeeling hingga Afdeeling.
Kemudian masuk di zaman peralihan Gunsu Sibu masa kependudukan Jepang di perang dunia ke II. Memasuki zaman kemerdekaan Nias mendapat status daerah Kabupaten, hingga saat ini terbagi, menjadi wilayah administrasi Kota Gunungsitoli. Sungai ini secara tidak langsung adalah identitas Gunungsitoli. Walau masih belum digarap maksimal oleh stakeholder dan lainnya.
Perkembangan Gunungsitoli dan Pulau Nias ikut mempengaruhi riwayat sungai nou. Menurut berbagai versi mengatakan Luaha Nou merupakan wilayah bersama Sitölu öri (tiga penguasa, Bahasa Nias) yakni marga Harefa, Zebua, dan Telaumbanua. Dikatakan dahulu didekat muara sungai ini kapal dari berbagai daerah berlabuh.
Baca juga:
Pantai Asi Walo di Nias Utara: Tempat Perekat Keluarga
Wisata Bakau Teluk Ba'a Kawasan Mangrove Nias Utara
Pantai Asi Walo di Nias Utara: Tempat Perekat Keluarga
Wisata Bakau Teluk Ba'a Kawasan Mangrove Nias Utara
Perahu setiap kapal merapat di bibir muara Nou untuk membawa barang dagangan dari daratan Sumatera seperti Aceh dan Minang. Juga mengangkut hasil transaksi jual-beli antar pedagang dari Nias dan warga pendatang yang lazim diperdagangkan di zaman dulu. Saat ini sungai nou masih digunakan sebatas tempat berlabuh kapal kecil bertonese kurang dari 5 GT (gross ton) dan perahu-perahu nelayan warga Lorong 8 dan Kampung baru.
Bangunan dan tembok penahan kedua sisi Sungai Nou
|
Mereka beraktifitas menambatkan kapal, mengangkut ikan, dan melansir ke pemilik kapal untuk dijual ke pengepul. Seiring perkembangan di sisi kiri dan kanan sungai dipenuhi rumah-rumah warga permanen dan dinding pembatas sungai atau lazim di sebut dam. Setiap sore terkadang banyak anak-anak terutama dari Kampung Baru dan Lorong 8 bermain melompat ke sungai dari jembatan I Nou (penghubung dari Jalan Ya’ahowu Kelurahan Pasar dan Jalan Kelapa Kelurahan Ilir).
Sebelum tragedi gempa tahun 2003 bagian tepi sungai kelurahan Ilir ke arah Mudik banyak ditumbuhi tanaman liar dan pohon nipah atau dikenal dengan Börönifa (kawasan pohon nipah). Hewan seperti humang, kepiting, biawak, dan burung-burung bisa ditemui dengan mudah di tempat tersebut. Banyak ikan berbagai ukuran mudah ditangkap. Saat itu penulis begitu merasakan suasana natural tersebut.
Sebelum tragedi gempa tahun 2003 bagian tepi sungai kelurahan Ilir ke arah Mudik banyak ditumbuhi tanaman liar dan pohon nipah atau dikenal dengan Börönifa (kawasan pohon nipah). Hewan seperti humang, kepiting, biawak, dan burung-burung bisa ditemui dengan mudah di tempat tersebut. Banyak ikan berbagai ukuran mudah ditangkap. Saat itu penulis begitu merasakan suasana natural tersebut.
Baca juga :
Perkembangan Gunungsitoli menjadi otonomi secara tidak langsung merubah fungsi sungai nou. Kawasan pohon nipah dan tanaman liar telah disulap menjadi bangunan tembok penahan pinggir sungai dan rumah warga. Saat hujan lebat mengguyur area hulu sungai, sampah-sampah organik dan anorganik mudah ditemui terbawa arus menuju ke laut.
Sungai ini serasa tempat pembuangan sampah. Anak sungai ikut tercemari limbah rumah tangga. Belum lagi tindakan amoral beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan racun untuk menangkap ikan sungai dan muara. Terkadang bau tidak sedap dari limbah mengganggu hidung pejalan kaki dan roda dua yang melintasi sungai.
Sungai ini serasa tempat pembuangan sampah. Anak sungai ikut tercemari limbah rumah tangga. Belum lagi tindakan amoral beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan racun untuk menangkap ikan sungai dan muara. Terkadang bau tidak sedap dari limbah mengganggu hidung pejalan kaki dan roda dua yang melintasi sungai.
Sampah yang menyangkut di tiang besi di Sungai Nou
|
Gunungsitoli merupakan rumah kita bersama. Namun bukan alasan untuk menghilangkan fungsi sungai dan sejarahnya. Semoga kita bersama pemerintah bahu membahu mengembalikan fungsinya. Bukan sebatas tempat mengalirkan air dari gunung ke laut, namun sebagai tempat yang ramah bagi kita semua.
Walau fungsi sungai nou tidak seperti yang dulu, sejati menjadi saksi perkembangan Gunungsitoli dan Nias. Mari kita pelihara dan menjaganya bersama, agar anak dan cucu kita melihat sungai nou bukan sebatas sungai biasa. Namun saksi yang memberi wajah manis Gunungsitoli dan Nias. Karena sungai nou adalah bagian dari Gunungsitoli, maka tidak ada salahnya mengatakan sungai nou adalah bagian rumah kita bersama.
Baca Juga :
Comments
Post a Comment