Skip to main content

Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 2) : Malam Senyap Tanpa Tadarus

      Malam Ramadhan tahun ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Lantunan ayat-ayat suci Al-Quran dibacakan oleh pemuda dan remaja masjid seketika tidak ada. Malam 1 Ramadhan 1441 H bertepatan tanggal 24 April 2020 seolah tidak ubahnya malam biasa. Pandemi virus korona atau corona virus disaster-19 (covid-19) membuat pemerintah yang di berbagai level mulai dari pusat hingga kelurahan atau desa memberi kebijakan guna mengantisipasi, meninimalisir, serta pencegahan dari infeksi tersebut
       Pemerintah berdasarkan rapat Forkoda (Forum Komunikasi Daerah) Kepulauan Nias terdiri atas 4 kabupaten dan 1 kota bersama MUI mengambil keputusan untuk mengendalikan arus gerak massa di fasilitas umum khususnya rumah ibadah dengan meniadakan aktifitas di masjid salah satunya tadarus bersama. Sehingga tadarus yang diadakan rutin saat bulan Ramadhan di tahun ini ditiadakan sementara waktu. Dan banyak warga memaklumi, sehingga kebijakan tersebut dipahami secara umum.

Suasana hening malam Ramadhan di Masjid Raya Al-Furqan Gunungsitoli
       Ramadhan merupakan bulan yang suci diyakini oleh umat Islam, tidak terkecuali di Pulau Nias. Dalam historisnya Ramadhan dikenal dengan sebutan Bulan Al-Quran. Karena bertepatan diturunkannya wahyu Al-Quran bertepatan tanggal 17 di bulan Ramadhan. Dalam catatan berdasarkan sumber hadist disebutkan Rasulullah SAW mendapatkan wahyu pertama dibawakan oleh Malaikat Jibril AS. Diriwayatkan pula Jibril AS pernah tadarus bersama dengan Nabi Muhammad. Begitu pula Nabi beserta Sahabat RA. melakukan hal yang sama.

       Baca juga:
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 1) : Saat Ibadah di Rumahkan
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 3) : Semangat Rasa Peka

       Banyaknya sahabat-sahabat Nabi meninggal saat perang membuat pemerintah Khulafaur Rasyidin saat itu, Umar bin Khattab mengambil langkah dalam pembuatan teks menjadi kitab. Pasca pembukuan Al-quran ke dalam teks buku sukses di zaman Usman bin Affan, penyebaran Islam dan budaya Tadarus terus berlangsung. Tadarus menjadi dibudayakan dalam menjaga dan menyebar syiar Islam. Penyebaran Islam dari Makkah-Madinah ke jazirah Arab pula menyebarkan budaya tadarus hingga sampai ke Nusantara.
      Peserta tadarus terdiri atas sekelompok orang berkumpul. Satu orang membaca ayat quran sementara yang lain menyimak bacaan tersebut. Tadarus bukan hanya sebatas membaca ayat-ayat suci. Juga sarana melakukan  pengecekan dan belajar terhadap bacaan dan hafalan qur’an. Tadarus bermakna untuk saling membaca dan belajar guna menjaga otentik ayat suci. Sehingga tidak ada alasan hilangnya atau berubahnya ayat Al-Quran pasca meninggalnya baginda Rasulullah SAW.

      Baca juga:
Kolam Renang Soladari Nias Utara: Potensi Desa dari Dana Desa

     Budaya tadarus di Nusantara banyak berjamur di pesantren-pesantren dan masjid sebagai basis pengislaman saat itu. Selain itu rumah-rumah warga juga mengadakan tadarus dengan skala keluarga. Pasca menjamurnya unit lembaga dakwah kampus di setiap kampus, budaya tadarus terus berlangsung di perguruan tinggi. Hingga di zaman virtual saat ini, telah ada tadarus online yang bisa diikuti setiap orang tanpa harus bertatap muka secara langsung.
     Umat Islam di Nias juga melakukan tradisi tadarus seperti halnya di daerah lain seperti Mushalla atau Masjid dan di rumah-rumah warga secara bergilir. Hal ini berkembang semenjak Islam tumbuh di Tanö Niha. Namun saat Ramadhan berlangsung, nuansa tadarus sangat kental terasa. Terlebih bada’ tarawih dan bada’ subuh menjadi waktu alunan ayat suci berkumandang khususnya di Pulau Nias.
     Pandemi covid-19 yang masih berlangsung membuat pemerintah daerah mengambil sikap hati-hati dalam penanganan infeksi virus tersebut. Disisi lain posisi pulau Nias tergolong zona hijau (aman) dari korona membuat sebagian pihak kecewa dengan sikap pemerintah dan MUI setempat. Di beberapa tempat selain shalat taraweh, tradisi tadarus ditiadakan. Namun sebagian lain tetap mempetahankan dengan catatan tidak menggunakan pengeras suara yang lazim dilakukan.

     Baca juga:
Abrasi Pantai di Gunungsitoli: Di Lain Sisi
Eksotisme Terabaikan Pantai Mo'ale Nias Selatan

Comments