Skip to main content

Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 1) : Saat Ibadah di Rumahkan

       Corona virus disaster (covid-19) atau disebut infeksi virus korona menjadi headline penjuru berita di seluruh negara. Mulai dari berita nasional dan internasional, dari berita online skala daerah, nasional dan global. Mulai dari yang fakta, hal mengada-ada, hingga hoax mengisi beranda akun media sosial. Pemberitaan kasus yang terjangkit, baik yang suspect hingga positif terus berlanjut tiada henti.
Suasana bada Isya di salah satu masjid Gunungsitoli
       Pemerintah pusat di Jakarta memberi instruksi untuk memberlakukan sosial distancing kepada seluruh warga Indonesia. Pemerintah daerah tingkat propinsi, kabupaten/kota, hingga desa juga melanjutkan instruksi tersebut, termaksud di Pulau Nias. Hingga terdapat surat edaran tentang pembatasan aktifitas sosial, salah satunya beribadah di rumah ibadah. Otoritas ulama tertinggi tingkat kota/kabupaten (MUI) juga mengedarkan surat himbauan agar ibadah sementara waktu di rumah, termaksud shalat lima waktu dan jum’at.
     
      Bulan Ramadhan yang jatuh akhir bulan April menjadi sesuatu yang asing karena wabah korona. Beberapa hari sebelum memasuki bulan suci, telah ada kesepakatan di Gunungsitoli antara MUI, ormas Islam, Tokoh Masyarakat, Pemko diwakili Kesbangpol, Polres dan Dandim yang dimuat dalam Berita Acara tentang penyelenggaraan ibadah bulan suci Ramadhan di tengah pandemi korona. Salah satunya ialah meniadakan shalat taraweh, tadarus, iftar (buka puasa bersama) melibatkan banyak orang. Hingga keputusan tersebut sebagain masyrakat tidak bisa menerima.
Shalat Tarawih di salah satu masjid di Gunungsitoli saat pandemi terjadi
       Hal tersebut berat diterima umat Islam di seluruh pulau Nias mengingat bulan tersebut dikenal waktu berburu amal ibadah dan anjuran kebaikan. Khususnya shalat tarawih, shalat wajib 5 waktu, dan Jumatan adalah poin yang tidak bisa ditawar. 
      Terlebih mengacu surat edaran dari MUI pusat dan propinsi memberi keterangan bahwa daerah zona hijau itu wajib menjalankan ibadah seperti biasa, termaksud di bulan suci. Kepulauan Nias adalah daerah yang disebut zona hijau berdasarkan laporan Gugus Covid-19. Namun hal sebaliknya dilakukan MUI pulau Nias dengan menghimbau beribadah di rumah, termaksud di Gunungsitoli karena mengantisipasi  wabah tersebut ada di Nias.

     Baca juga:
Sungai Nou di Gunungsitoli: Riwayatmu Kini

     Sebagian masyarakat terpecah dua dalam menyikapi berita acara yang ditandatangani pihak-pihak yang diundang. Hingga akhirnya malam 1 Ramadhan, pihak kepolisian melakukan sweeping di rumah ibadah masjid atau mushalla. Baik di Gunungsitoli hingga daerah lainnya di Pulau Nias pihak berwajib melakukan tindakan dalam pencegahan kerumunan massa. Hingga shalat sunnah malam tarawih dibubarkan dengan cara persuasif yang didukung tokoh masyarakat setempat.
Foto bersama menjelang Shalat Tarawih di perguruan silat
       Sebagian menerima hal tersebut, sementara yang lain melawan dengan berbagai cara mulai dari mematikan lampu saat dilakukan shalat agar seolah tidak ada aktifitas di dalamnya. Beberapa lainnya mengunci pintu pagar dan depan masjid sementara pintu belakang dibuka untuk mengelabui petugas. Kemudian pindah tempat shalat di sekitar masjid atau tempat seperti aula atau tempat lainnya yang bisa buat kumpul.
      Shalat pun sembunyi-sembunyi, seolah takut dibubarkan paksa oleh polisi atau aparat TNI. Hingga malam perdana Ramadhan tahun 1441 H/ 2020 M menjadi sesuatu yang asing. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya sebelum pandemi covid-19. Sebagian masyarakat tidak bisa menerima hal tersebut, terlebih di bulan yang suci bagi umat Islam. Karena dalam ajaran Islam Ramadhan adalah bulan dalam menambah amal ibadah.  

    Baca juga:
Eksotisme Terabaikan Pantai Mo'ale Nias Selatan
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 4) : Penjual Ta'jil Jalan Terus

Comments

Post a Comment