Skip to main content

Abrasi Pantai di Gunungsitoli: Di Lain Sisi

      Perkembangan era teknologi zaman kini mendorong terbentuknya budaya foto hingga selfi sebagai kebutuhan wajib. Setiap moment tidak akan lengkap jika mengabadikan dalam file foto sebagai bukti telah ada di moment tersebut. Bisa juga modal dalam mengingat moment indah tersebut di masa akan datang. Di zaman kini, foto memang sebuah aturan wajib meski tidak ada panduan resmi. 
      Moment foto biasanya berlatar sebuah kegiatan atau pemandangan yang indah. Pulau Nias memiliki keragaman tempat yang bisa direkomendasi tempat berfoto ria. Namun disisi lain foto berlatar unik juga jadi background keren untuk diabadikan. Meski keunikan tersebut akibat fenomena kerusakan tempat disebabkan oleh kekuatan alam. Saat ini kawasan pantai di Nias sedang mengalami abrasi akibat gelombang pasang yang tinggi.
      Abrasi merupakan proses pengikisan bibir pantai oleh gelombang laut. Hal ini dibisa disebabkan perubahan iklim normal atau gejala perubahan akibat pemanasan global. Bisa juga ulah manusia yang melakukan alih fungsi pantai untuk berbagai kepentingan. 
Batang pohon cemara yang mati karena abrasi
      Terlepas penyebab abrasi terjadi tidak dapat dipungkiri terkadang perubahan sebuah tempat menjadi kesan sendiri. Apalagi jika melihat cara milenial memandang tempat unik menjadi spot foto keren. Tulisan ini sengaja ditulis saat perjalanan melihat kerusakan alam dilihat dari sisi lain.
      Perjalanan ini dimulai saat menikmati suasana bada' shalat subuh tanggal 15 Ramadhan 1441 H pertepatan 08 Mei 2020 M di Nias Gunungsitoli. Disaat pemerintah gencar dengan slogan #dirumahaja, sebagian pihak terutama anak muda merasa jenuh kebijakan tersebut. Sebagai makhluk sosial khas masyarakat timur, berinteraksi dan komunal bisa dikatakan tradisi. Sejak aktivitas sosial dikendalikan melalui surat edaran walikota tanggal 24 Maret 2020 lalu, sebagai pihak berasa gusar dengan kondisi #dirumahaja . 

      Baca juga:
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 3) : Semangat Rasa Peka
Tempat Perekat Keluarga Pantai Asi Walo di Nias Utara

      Terlebih hingga sampai saat ini tidak ada kasus positif corona di seluruh Kepulauan Nias membuat sebagian yakin kondisi aman. Sampai saat penulis membuat tulisan ini, pulau Nias termaksud zona hijau yakni aman sementara waktu dari pandemi virus corona. Terlepas dari kebijakan pemerintah, itulah realita yang ada membuat penulis mengikuti aktifitas rombongan anak-anak muda untuk membuang kejenuhan bada' shalat subuh.
      Rombongan tersebut hendak berkeliling di beberapa tempat spot foto di Gunungsitoli, salah satunya pantai hoya. Pantai yang dikelelola oleh warga terletak di desa Teluk Belukar, Kecamatan Gunungsitoli Utara. Pantai yang terkenal dengan jejeran pohon pinus yang menjulang tinggi. Sebagian pihak menyandingkan nama pantai kuta di Bali dengan tempat ini. Perjalanan 30 menit dari Gunungsitoli tidak terasa karena tingkah kocak di perjalanan.
      Setelah sampai ke sana, sebagian rombongan berfoto, sebagian lainnya berjalan menyelusuri bibir pantai. Saat itu pantai sedang tidak bagusnya karena gelombang pasang laut sehingga gelombang laut sampai ke pondok pantai. Biasanya jarak laut ke pondok tersebut sejauh 25 meter.
Gambar salah seorang di latar akar kayu yang mati
      Seorang dari rombongan mengatakan ada spot tempat memancing dengan pemandangan bagus disekitarnya. Dia mengatakan jarak dari pantai ini ke tempat tersebut sejauh ± 3 km dengan menyelusuri jalur bibir pantai ke arah utara. Akhirnya semua rombongan setuju untuk ke sana. Namun karena kondisi laut pasang membuat kami melewati jalan setapak mengikuti bibir pantai. 
      Sekitar 1.5 km menyelusuri jalur tersebut, ternyata jalan setapak tersebut hanya mentok disitu. Karena jalur yang kami lalui tidak bisa lagi ditembus kendaraan bermotor. Kami tersebut terpaksa berhenti dan tidak melanjutkan ke tempat yang dimaksud. Padahal butuh setengah jalan lagi menyelusuri jalur tersebut. Kekecewaan sedikit terobati dengan spot foto unik dengan background akar kayu cemara laut seolah berdiri.

      Baca juga:
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 1) : Saat Ibadah di Rumahkan
      
      Pandangan penulis juga melihat sekitar banyak pohon yang mati. Dugaan mungkin disebabkan oleh abrasi, karena saat itu gelombang pasang menerjang pantai sekitar. Pohon cemara seolah tunduk dari kekuatan alam. Sehingga ada kesan sendiri saat melihat tempat tersebut. Dan sebagian berinisiatif mengabadikan di kamera ponsel masing-masing.
      Akhirnya beberapa dari kami berfoto di spot tersebut. Lengkap dengan background pohon yang mati. Juga akar-akar pohon yang terdampar membuat para anak muda berkreasi dalam berfoto. Pohon-pohon tergeletak mati menambah suasana unik tempat yang disusur. Seoalah melihat karya kuasa-Nya dengan cara yang tidak biasa.
Saat penulis berfoto di latar jejeran pohon mati
      Pemandangan yang tidak biasa disatu sisi menjadi keprihatinan bersama. Mengingat keindahaan pohon-pohon lenyap akibat campur tangan kondisi alam. Jejeran tinggi pohon menjulang hilang berganti dengan pohon-pohon mati. Disisi lain khusus buat penikmat foto hal tersebut menjadi unik karena jarang ditemui. Nilai keunikan dari pohon mati atau akar pohon yang tergelatak begitu saja tanpa settingan. Sehingga moment tersebut diabadikan oleh rombongan, tidak terkecuali penulis.
      Sebagian pihak menyayangkan karena abrasi menjadi terduga matinya pohon-pohon di sekitar pantai Hoya. Butuh waktu sekitar 20 tahun atu lebih menikmati kembali rindang kawasan tersebut. Namun  buat para penikmat foto dan selfi, hal unik tersebut belum tentu bisa ditemukan di tempat lain. Dan akan berbeda nuansanya berfoto di tempat yang lain. Bahkan saat telusuri dan menemukan tempat yang sama pasti ada bedanya.
      Melihat rombongan senyum bahagia, penulis pun berpikir bahwa keindahan tidak hanya sebatas indah. Tetapi ada nilai keunikan dan moment hasil campur tangan alam. Saat titik fokus foto selalu fokus pada keindahan, maka coba mengabadikan gambar dengan nuansa yang berbeda. Sembari berpikir penulis berdoa, semoga alam kembali tenang dan pandemi segera berakhir. Karena keindahan sesungguhnya akan sia-sia kala gerak dan aktifitas manusia terbatas.

      Baca juga:
Menikmati Suasana di Puncak Soliga Gunungsitoli Pulau Nias
Ramadhan dan Pandemi di Nias (Part 4) : Penjual Ta'jil Jalan Terus

Comments