Pulau Nias tumbuh beragam macam jenis pepohonan yang digunakan dalam banyak keperluan. Ada untuk keperluan obat-obatan, pembuatan perahu atau kapal tradisional, hingga keperluan membangun rumah. Salah satunya boli, salah satu pohon yang terkenal di Nias. Pohon ini bisa tumbuh dimana saja, baik di pekarangan rumah, kebun warga, hingga tanah tanpa pemilik. Boli dalam kehidupan masyarakat Nias sangat erat kaitan dalam kontruksi bangunan rumah dan obat-obatan tradisonal.
Boli di daerah lain disebut pohon bungle atau lanang memiliki nama latin Oroxylum indicum tumbuh di daerah tropis. Selain itu pohon ini bisa ditemui di dataran Sumatera hingga Jawa. Tinggi pohon tersebut di Pulau Nias dapat mencapai 8-12 meter dengan diameter 25 cm. Batang pohon tegak berkayu sementara daun majemuk berbentuk lonjong. Bunga boli majemuk dengan kelopak berbentuk tabung dan mahkota bunga berbentuk terompet. Kotak buah lonjong dan berwarna coklat dengan panjang bisa mencapai 1 meter.
Pohon ini saat kotak buah telah terbelah, biji buah seperti potongan kertas tertiup angin dan berterbangan. Biji boli di Nias dapat dilihat berterbangan di sepanjang jalan hingga kebun warga sekitar. Masyarakat akan membiarkan pohon ini tumbuh besar dan tinggi. Namun di umur 5-7 tahun, pohon ini akan ditebang untuk dijual dalam kebutuhan membangun rumah. Sementara pohon yang telah ditebang akan memunculkan tunas baru dan menjadi batang pohon berikutnya.
Berbicara tentang membangun rumah di Pulau Nias, tidak akan pernah terlepas dengan batang boli. Batang boli akan dipasang di bubungan rumah atau paling atas saat membangun atap. Panjang pohon diletakkan tanpa dipaku atau dipasang lem perekat. Batang boli di Nias dipercaya sebagai penangkal petir dan “pending rumah”. Istilah “pendingin rumah” dapat dilihat sebagai mitos dari gangguan-gangguan makhluk astral yang menempati tempat tersebut. Bisa diartikan juga untuk dijauhkan dari segala kemungkinan terburuk. Mitos-mitos tersebut tersebut masih dipercaya sampai saat kini.
Pengrajin bangunan atau dikenal istilah di Nias tukang bangunan akan mengonfirmasi ke pemilik rumah untuk menyiapkan boli dengan panjang sesuai bumbungan atap rumah. Rata-rata boli di Nias akan di panen dengan diameter batang sekitar 8-12 cm. Dalam adat di Nias setelah menebang boli, pohon tersebut diangkat tanpa dilangkahi. Apabila dilangkahi maka batang tersebut tidak bisa digunakan di bumbungan rumah. Kemudian dalam kebiasaan juga tidak diperbolehkan membakar batang atau pohon boli. Hal ini yang membuat boli dikenal di Tanö Niha sebagai raja pohon.
Tumbuhan ini juga digunakan sebagai ramuan obat-obatan tradisonal di Nias. Umumnya daunnya digunakan dalam pengobatan, termaksud hal berbau supranatural. Pucuk daun boli direbus, diperas, diambil sarinya, dicampurkan beberapa bahan lain dan diberi minum ke orang yang tesafo (kesurupan). Pucuk daun direbus untuk digunakan air mandi bagi orang yang baru sadar setelah tesafo dan fa’aukhu (demam).
Berbagai hasil penelitian boli ternyata bermanfaat bagi obat-obatan medis. Beberapa sakit kronis dapat disembuhkan dari bahan kimia dalam boli antara lain penyakit kuning, rematik, bisul, tumor, diabetes, diare, demam, dan disentri. Bagian kulit dan akar biasa digunakan sebagai kanker nasofaring. Batang boli selain mengandung potensi antioksidan, juga mengandung zat kimia saponin dan polifenol, sedangkan buah boli mengandung flavonoid. Selain itu batang pohon ini digunakan sebagai obat maag. Sementara akar dapat digunakan sebagai campuran obat keperkasaan bagi pria.
Perkembangan pesat pembangunan di Pulau Nias ikut meningkatkan permintaan boli sebagai dalam kebutuhan bangun rumah. Namun tumbuhan ini tidak pernah dibudidayakan dan tumbuh liar di sekitar pekarangan rumah atau kebun warga. Alhasil, boli sulit ditemukan di sekitar kota. Bahkan di jalan-jalan nasional di Pulau Nias kita hanya melihat batang boli jarang hidup. Bahkan di daerah lain di luar Nias, pohon ini dalam status kelangkaan. Ini dikarenakan eksploitasi untuk berbagai kebutuhan tanpa adanya pembudidayaan berkelanjutan.
test
ReplyDelete